Hoegeng Iman
Santoso adalah Kapolri di tahun 1968-1971. Ia juga pernah menjadi Kepala
Imigrasi (1960), dan juga pernah menjabat sebagai menteri di jajaran
kabinet era Soekarno. Kedisiplinan dan kejujuran selalu menjadi simbol
Hoegeng dalam menjalankan tugasnya di manapun.
Ia pernah
menolak hadiah rumah dan berbagai isinya saat menjalankan tugas sebagai
Kepala Direktorat Reskrim Polda Sumatera Utara tahun 1956. Ketika itu,
Hoegeng dan keluarganya lebih memilih tinggal di hotel dan hanya mau
pindah ke rumah dinas, jika isinya hanya benar-benar barang inventaris
kantor saja. Semua barang-barang luks pemberian itu akhirnya ditaruh
Hoegeng dan anak buahnya di pinggir jalan saja.
“ Kami tak tahu
dari siapa barang-barang itu, karena kami baru datang dan belum
mengenal siapapun,” kata Merry Roeslani, istri Hoegeng.
Polisi
Kelahiran Pekalongan tahun 1921 ini sangat gigih dalam menjalankan
tugas. Ia bahkan kadang menyamar dalam beberapa penyelidikan.
Kasus-kasus
besar yang pernah ia tangani antara lain, kasus pemerkosaan Sum tukang
jamu gendong atau dikenal dengan kasus Sum Kuning, yang melibatkan anak
pejabat. Ia juga pernah membongkar kasus penyelundupan mobil yang
dilakukan Robby Tjahjadi, yang notabene dekat dengan keluarga Cendana.
Kasus inilah
yang kemudian santer diduga sebagai penyebab pencopotan Hoegeng oleh
Soeharto. Hoegeng dipensiunkan oleh Presiden Soeharto pada usia 49
tahun, di saat ia sedang melakukan pembersihan di jajaran kepolisian.
Kabar pencopotan itu diterima Hoegeng secara mendadak.
Kemudian
Hoegeng ditawarkan Soeharto untuk menjadi duta besar di sebuah Negara di
Eropa, namun ia menolak. Alasannya karena ia seorang polisi dan bukan
politisi.
“Begitu
dipensiunkan, Bapak kemudian mengabarkan pada ibunya. Dan ibunya hanya
berpesan, selesaikan tugas dengan kejujuran. Karena kita masih bisa
makan nasi dengan garam,” ujar Roelani. “Dan kata-kata itulah yang
menguatkan saya,” tambahnya.
Hoegeng memang seorang yang sederhana, ia mengajarkan pada istri dan anak-anaknya arti disiplin dan kejujuran.
Semua keluarga dilarang untuk menggunakan berbagai fasilitas sebagai anak seorang Kapolri.
“Bahkan anak-anak tak berani untuk meminta sebuah sepeda pun,” kata Merry.
Aditya, salah
seorang putra Hoegeng bercerita, ketika sebuah perusahaan motor merek
Lambretta mengirimkan dua buah motor, sang ayah segera meminta ajudannya
untuk mengembalikan barang pemberian itu. “Padahal saya yang waktu itu
masih muda sangat menginginkannya,” kenang Didit.
Saking
jujurnya, Hoegeng baru memiliki rumah saat memasuki masa pensiun. Atas
kebaikan Kapolri penggantinya, rumah dinas di kawasan Menteng Jakarta
pusat pun menjadi milik keluarga Hoegeng. Tentu saja, mereka mengisi
rumah itu, setelah seluruh perabot inventaris kantor ia kembalikan
semuanya.
Memasuki masa
pensiun Hoegeng menghabiskan waktu dengan menekuni hobinya sejak remaja,
yakni bermain musik Hawaiian dan melukis. Lukisan itu lah yang kemudian
menjadi sumber Hoegeng untuk membiayai keluarga. Karena harus anda
ketahui, pensiunan Hoegeng hingga tahun 2001 hanya sebesar Rp.10.000
saja, itu pun hanya diterima sebesar Rp.7500!
Dalam acara
Kick Andy, Aditya menunjukkan sebuah SK tentang perubahan gaji ayahnya
pada tahun 2001, yang menyatakan perubahan gaji pensiunan seorang
Jendral Hoegeng dari Rp. 10.000 menjadi Rp.1.170.000.
Tak heran, Almarhum Gus Dur pernah berkata, "Di Indonesia ini hanya ada tiga polisi jujur, yakni polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng."
sumber : apakabardunia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar