‘Mimpi Manis’ Piala Dunia 1938
Sejak
11 Juni sampai 11 Juli para penggemar sepakbola di seantero dunia
disuguhkan pertandingan bergengsi Piala Dunia di Afrika Selatan. Setiap
malam hingga dini hari, televisi di dominasi warna hijau rumput stadion
dan bunyi terompet vuvuzela yang bising. Di negeri ini, kehebohan yang
sama juga melanda para pecinta sepakbola. Konon Indonesia juga pernah
merasakan atmosfer Piala Dunia, tepatnya pada Piala Dunia tahun 1938 di
Perancis. Sampai saat ini, kita terus menerus membanggakan keikutsertaan
di Piala Dunia itu. Namun pertanyaannya, apakah benar yang berlaga di
sana tim nasional Indonesia?
Menurut Srie Agustina Palupi dalam bukunya Politik dan Sepak Bola di Jawa 1920-1942 orang-orang
Indonesia mengenal sepakbola dari bangsa Belanda yang datang ke Hindia
Belanda untuk bekerja di instansi-instansi pemerintah kolonial. Awalnya
sepakbola hanya bisa dilakukan oleh orang-orang Belanda, lalu
orang-orang Tionghoa, kemudian orang-orang bumiputra yang punya status
sosial setaraf dengan bangsa Belanda. Selanjutnya, orang-orang bumiputra
yang sudah paham akan sepakbola memperkenalkannya kepada masyarakat
luas.
Sebenarnya,
jauh sebelum Belanda datang ke negeri ini, orang-orang Indonesia sudah
mengenal olahraga semacam sepak bola, yaitu sepakraga (sepaktakraw).
“Karena pengaruh sepakraga ini orang-orang asing menyebut sepakbola
dengan istilah tersebut,” tulis Masmimar dalam bukunya Abidin, Penjetak Gol. Boleh
dibilang, secara tidak langsung bangsa kita membentuk sebuah frasa kata
yang ‘disetujui’ menir-menir Belanda itu. Lalu, bagaimanakah cerita
soal Indonesia di Piala Dunia 1938?
NIVU curangi PSSI
Pada tahun 1930-an, di Indonesia berdiri tiga organisasi sepakbola berdasarkan suku bangsa, yaitu Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB)yang lalu berganti nama menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU) di tahun 1936milik bangsa Belanda, Hwa Nan Voetbal Bond
(HNVB) punya bangsa Tionghoa, dan Persatoean Sepakraga Seloeroeh
Indonesia (PSSI) milik orang Indonesia. PSSI didirikan oleh Ir. Soeratin
Sosrosoegondo pada 19 April 1930 atas dasar semangat nasionalisme. Bisa
dibilang, PSSI ingin mengimbangi keberadaan NIVB sebagai representasi
gerakan kemerdekaan lewat jalur sepakbola.
Alkisah, Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB)sebuah organisasi sepakbola orang-orang Belanda di Hindia Belandamenaruh hormat kepada Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI) lantaran Soerabajasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB)yang memakai bintang-bintang dari NIVBkalah dengan skor 2-1 lawan Voetbalbond Indonesia Jacatra (VIJ)salah satu klub anggota PSSIdalam
sebuah ajang kompetisi PSSI ke III pada 1933 di Surabaya. Maka
terbukalah mata tuan-tuan bule ini melihat kemampuan olah kulit bundar
bumiputra. NIVU yang semula memandang sebelah mata PSSI akhirnya
mengajak bekerjasama. Kerjasama tersebut ditandai dengan penandatanganan
Gentlemen’s Agreement pada 15 Januari 1937. Pascapersetujuan perjanjian ini, berarti secara de facto dan de jure
Belanda mengakui PSSI (Palupi, 2004: 75-76). Perjanjian itu juga
menegaskan bahwa PSSI dan NIVU menjadi pucuk organisasi sepakbola di
Hindia Belanda. Di tahun 1938, Indonesia mendapat undangan dari FIFA
untuk berlaga di Piala Dunia Perancis. Salah satu butir di dalam
perjanjian itu juga berisi soal pertandingan sepakbola sejagat ini.
Butirnya, yakni dilakukan pertandingan antara tim bentukan NIVU melawan
tim bentukan PSSI sebelum diberangkatkan ke Piala Dunia
(semacam seleksi tim). Namun, apa lacur, NIVU melanggar perjanjian dan
memberangkatkan tim bentukannya. Mereka menelikung secara sepihak dan
tak tepati janji. Konon, NIVU melakukan hal tersebut karena tak mau
kehilangan muka, sebab PSSI pada masa itu memiliki tim yang kuat. Dalam
pertandingan internasional, PSSI membuktikannya. Pada 7 Agustus 1937 tim
yang beranggotakan, di antaranya Maladi, Djawad, Moestaram, Sardjan,
berhasil menahan imbang 2-2 tim Nan Hwa dari Cina di Gelanggang Union,
Semarang. Padahal Nan Hwa pernah menyikat kesebelasan Belanda dengan
skor 4-0. Dari sini kedigdayaan tim PSSI mulai kesohor.
Atas tindakan culas tuan-tuan kulit putih ini, Soeratinketua PSSI yang juga aktivis gerakan nasionalisme Indonesiasangat
geram. Ia menolak memakai nama NIVU. Alasannnya, kalau NIVU diberikan
hak, maka komposisi materi pemain akan dipenuhi orang-orang Belanda.
Sialnya, FIFA mengakui NIVU sebagai perwakilan dari Hindia Belanda.
Akhirnya PSSI membatalkan secara sepihak perjanjian Gentlemen’s Agreement saat Kongres di Solo pada 1938.
Maka
sejarah mencatat mereka yang berangkat ke Piala Dunia Perancis 1938
mayoritas orang Belanda. Mereka yang terpilih untuk berlaga di Perancis,
yaitu Bing Mo Heng (kiper), Herman Zommers, Franz Meeng, Isaac
Pattiwael, Frans Pede Hukom, Hans Taihattu, Pan Hong Tjien, Jack
Sammuels, Suwarte Soedermadji, Anwar Sutan, dan Achmad Nawir (kapten).
Mereka diasuh oleh pelatih sekaligus ketua NIVU, Johannes Mastenbroek.
“Mo Heng, Nawir, Soedarmadji adalah pemain-pemain bumiputra yang
berhasil memperkuat kesebelasan Hindia Belanda, tetapi bertanding di
bawah bendera kerajaan Nederland dan bukan Merah-Putih,” tulis Srie
Agustina Palupi dalam bukunya Politik dan Sepak Bola.
Kurcaci yang dipecundangi raksasa
Pada
5 Juni 1938, sejarah mencatat pembantaian tim Hungaria terhadap Hindia
Belanda. Mereka bermain di Stadiun Velodrome Municipal, Reims, Perancis.
Sekitar 10.000 kepala menyaksikan pertandingan ini. Sebelum bertanding,
para pemain mendengarkan lagu kebangsaan masing-masing. Kesebelasan
Hindia Belanda mendengarkan lagu kebangsaan Belanda “Het Wilhelmus”.
Berarti di Piala Dunia ini, lagu “Het Wilhelmus” dikumandangkan dua
kali, yaitu saat Hindia Belanda dan Belanda akan bertanding. Secara
skill mereka bisa mengimbangi, tapi tidak dengan fisiknya. Karena
perbedaan tinggi tubuh yang begitu mencolok, walikota Reims
menyebutnya,”saya seperti melihat 22 atlet Hungaria dikerubungi oleh 11
kurcaci.” Begitulah kata walikota Remis dalam buku 100 + Fakta Unik Piala Dunia
karya Asep Ginanjar dan Agung Harsya. Dan, akhirnya tersiarlah kabar
yang pahit. Kesebelasan Hindia Belanda digunduli 6-0 tanpa balas. Cuma
sekali bertanding. Sehabis itu mereka mesti angkat koper, karena saat
itu sistem Piala Dunia masih menggunakan sistem knock-out. Hal
ini disebabkan karena negara pesertanya sedikit. Ketika itu, Piala Dunia
cuma diikuti 15 tim, yaitu Italia, Jerman, Swedia, Norwegia, Brasil,
Kuba, Swiss, Polandia, Hindia Belanda, Rumania, Hongaria, Cekoslowakia, Belanda dan Belgia. Meskipun kalah telak, surat kabar dalam negeri, Sin Po, memberikan apresiasinya pada terbitan mereka, edisi 7 Juni 1938 dengan menampilkan headline:
“Indonesia-Hongarije 0-6, Kalah Sasoedahnja Kasi Perlawanan Gagah”.
Sekarang coba kita bayangkan, jika saja tim yang dikirim adalah tim
pilihan PSSI apa yang bakal terjadi di Piala Dunia 1938? Ah, ternyata
sejarah tak bisa diulang dan kita harus menerima terus menerus ‘mimpi
manis’ Piala Dunia 1938 sebagai ‘Indonesia di Piala Dunia 1938’ meskipun
sejatinya kita pernah ditelikung Belanda dan tak pernah ada di sana!
sumber : sejarah.kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar